Sabtu, 07 Oktober 2017

Karya Tulis Ilmiah Shistosomiasis BAB I - BAB IV



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting dalam kesehatan masyarakat. Bahkan menurut WHO,  schistosomiasis dianggap suatu penyakit kemiskinan yang mengarah ke gangguan kesehatan kronis. Infeksi diperoleh ketika manusia kontak dengan air tawar yang terdapat serkaria dari cacing parasit darah, yang dikenal sebagai schistosoma.  schistosomiasis sendiri telah mempengaruhi kurang lebih 240 juta penduduk dunia, dan ada sekitar 700 juta  penduduk tinggal di daerah endemis. Infeksi ini sering terjadi di daerah tropis dan sub-tropis, dimana masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak memiliki air minum dan sanitasi yang memadai.  schistosomiasis dibagi menjadi urogenital disebabkan oleh Schistosoma haematobium dan  schistosomiasis intestinal yang disebabkan oleh salah satu organisme S. guineensis, S. intercalatum, S.mansoni, S. japonicum, dan S. Mekongi. Menurut WHO, 2014 (Dalam Firdaus Koto,2015:1 )
Organisasi kesehatan sedunia (WHO) memperkirahkan 800 Juta penduduk dunia yang beresiko terkena Schistosomiasis dan 200 juta orang yang suda terinfeksi dari 120 juta yang bergejala. schistomiasis berhubungan dngan factor kemiskinan, sanitasi yang jelek dan tempat tinggal yang kumuh . Di dareah endemis insidens Schistomiasis  umumnya rendah. Preverensi berhubungan dengan umur 3-4 tahun meningkat 100% pada umur 15 -20 tahun , lalu menurun kembali stelah 40 tahun. Beratnya infeksi ditentukan menurut jumlah telur dalam urin atau tinja, hal mana yang sesuai pula dengan banyaknya cacing dewasa. Penurunan ini mengkin karena timbulnya resistensi atau karena adanya perubahan perubahan dalam kontaminasi dengan air, sebab pada orang yang lebih tua sudah kurang terpanjan dengan air yang terpapar dengan telur telur Sistosoma, selanjutnya distribusi Sistoma dipengaruhi oleh heterogenitas polpulasi cacing, yang satu lebih invasive dari pada yang lain akibat kerentanan genetis penjamu sendiri. Sistosomiasis melibatkan perpaduan dari beberapa factor yaitu parasit, hospes, infeksi tambahan, nutrisi, dan factor lingkungan. umumnya sindrom penyakit berhubngan dengan adanya satu atau lebih stadium parasit dalam hospes manusia. Distribusi penyakit ini hanya terjadi di daerah endemis biasanya berhubungan dengan berat dan lamanya infeksi, umur dan kerentanan genetis hospes . Schistosomiasis hanya muncul pada sekelompok kecil orang yang terinfeksi salah satu schistomiasis instetinalis (Aru W. Sudoyo,2006:1846)
pada tahun 2012, prevalensi kasus shistosomiasis di dataran tinggi Lindu kabupaten Sigi mengalami penurunan hingga dibawah 1%. Akan tetapi, upaya pemberantasan dan pencegahan yang telah dilakukan belum dapat bertahan lama dalam menekan angka prevalensi kasus shistosomiasis, karena pada tahun 2013 kasus shistosomiasis kembali naik diatas 1%. Hal ini disebabkan karena perilaku masyarakat yang kurang mendukung seperti tidak pakai alas kaki atau sepatu ketika melintasi wilayah titik focus. Adhitama, 2012 (dalam Firdaus Koto,2015 :4)
pada tahun 2014 kembali dilakukan penelitian pengendalian titik focus shistosomiasis dibeberapa desa di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi. Yang bertujuan untuk mengetahui jumlah titk focus dan prevalensi resiko infeksi yang disebabkan oleh Shistosomiasis Japanicum. Jumlah titik focus yang masih ditemukan dibeberapa desa Di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi: Di Desa Tomado ditemukan 5 titik focus dengan ph -, di Desa Puroo/Owo ditemukan 10 titik focus dengan ph 6, di Desa Vongkodono ditemukan 3 titik focus dengan ph – Palili/Olu ditemukan 10 titik focus dengan ph 6. menurut sudomo M,2014 (Dalam Bul. Peneliti Kesehatan)
latar belakang peneliti mengambil Remaja Siswa/Siswi  SMP Satap negeri 2 sigi di desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Donggala, ialah berdasarkan kasus yang ditemukan dari hasil pemeriksaan tinja oleh Puskesmas Kecamatan Lindu Di Desa Tomado. Ditemukan 10 positif telur Shistosomiasis pada masyarakat yang berada di desa Olu. Berdasarkan kasus yang di dapatakan infeksi Schistosomiasis tidak hanya ditemukan pada orang dewasa yang sering terpapar dengan air yang tercemar. dan beberapa titik focus. Dari hasil penelitian mengapa anak anak sampai remaja dapat terinfeksi Schistosomiasis ialah anak-anak di Kecamatan Lindu sering bermain, membantu ayah mereka pergi ke sawah Dan mencari ikan disekitar danau yang di diduga Schistosomiasis masih aktif disekitar daerah tersebut. Ini disebabkan karena pengetahuan anak-anak dan remaja kurang terpapar dengan penyuluhan kesehatan tentang Schistosomiasis yang hanya terdapat di Sulawesi Tengah yaitu lembah Napu dan dataran tinggi danau Lindu.
Data yang diperoleh dari SMP Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi terdiri dari 3 kelas yaitu kelas VII terdiri dari Laki-laki 17 orang, perempuan 13 orang, VIII Laki-laki 10 orang perempuan 9 orang kelas IX Laki-laki 11 orang, perempuan 10. Dan objek yang diambil oleh peneliti sebagai objek penelitian adalah kelas VII dan  VIII yang berjumlah 49 orang.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan maslah sebagaiberikut:
1.      Bagaimana pengetahuan Remaja tentang Schistosomiasis di SMP Satap Negeri 2 Sigi, di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, yang tidak diberikan penyuluhan.
2.      Bagaimana pengetahuan  Remaja tentang Schistosomiasis di SMP Satap Negeri 2 Sigi, di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, yang diberikan penyuluhan.
3.      Apakah ada perbedaan pengetahuan Remaja SMP Satap Negeri 2 Sigi yang diberikan penyuluhan dan yang tidak diberikan penyuluhan tentang Shistosomiasis, di desa Olu Kecematan Lindu Kabupaten Sigi.




C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan umum
Diketahuinya pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan Remaja SMP Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten sigi tentang Schistosomiasis
2.      Tujuan khusus
a.       Diketahuinya pengetahuan Remaja tentang Schistosomiasis di SMP Satap Negeri 2 Sigi di desa Kanawu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, yang tidak diberikan penyuluhan.
b.      Diketahuinya pengetahuan Remaja tentang Schistosomiasis di SMP Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, yang diberikan penyuluhan.
c.       Diketahuinya pengaruh penyuluhan Shistosomiasis  terhadap pengetahuan remaja SMP. di SMP Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi SMP Satap Negeri 2 Sigi
Memberikan gambaran sejauh mana pengaruh penyuluhan tentang Schistosomiasis terhadap pengetahuan Remaja Siswa/Siswi SMP Satap Negeri 2 Sigi di desa Olu kecamatan lindu kabupaten sigi
2.       Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya keilmuan dalam keperawatan, terutama dalam promosi kesehatan
3.      Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang sangat berharga untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam menerapkan teori riset keperawatan.
4.      Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan dalam melanjutkan penelitian dengan masalah pengetahuan tentang  schistosomiasis.
5.      Bagi institusi AKPER BK PALU PALU
penelitian ini dapat dipergunakan  sebagai literature ilmiah dan bahan rujukan bagi mahasiswa maupun institusi AKPER BK palu
E.     Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan di laksanakan di SMP Satap Negeri 2 Sigi,  di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, pada bulan april 2016.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Tentang Penyuluhan
1.      Pengertian
Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan  pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan  pesan, menanamkan keyakinana sehingga masyrakat tidak saja sadar, tahu, dan  mengerti tetapi juga mau melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. (Maulana,2009:13). Menurut Notoadmodjo, 2012 (dalam Adinda Putrid,2013:11) penyuluhan kesehatan adalah, segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku atau pendidikan atau promosi kesehatan.
2.      Jenis jenis penyuluhan  (Riyani,2010:25)
a.       Berdasarkan teknik komonikasi
1)      Komonikasi langsung (direct communication/face tatap muka) dimana pemberi  informasi langsung memberi ceramah atau wawancara dengan penerima informasi.
2)      Komonikasi tidak langsung (indirect communication ) kelompok sasaran tidak secara langsung berhubungan dengan penyuluh. penyuluhan berhubungan dengan kelompok sasaran dengan menggunakan media cetak : brosur, leaflet, maupun media non cetak : kaset , film, dan sebagainya
3)      Komonikasi campuran : selain bertatap muka dengan sasaran , penyuluh juga menggunakan media cetak atau non cetak sebagai pendukung .
b.      Berdasarkan sifatnya (Riyani,2010:3)
1)      Penyuluhan dengan teknik persuasive (ajakan)
Penyuluhan di lakukan dengan menunjukan manfaat suatu program dan kegiatan bila tidak mengikuti program tersebut. Dengan menyadari pentingnya penyuluhan tersebut, maka kelompok  akan termotifasi untuk melakukan program yang ditawarkan
2)      Penyuluhan dengan teknik simulasi (rangsangan)
Penyuluhan merangsang kelompok sasaran dengan pemberian hadiah, atau perlombaan sehingga kelompok sasaran mau melaksanakan program yang ditawarkan.
3)      Penyuluhan dengan teknik riak air pesan yang disampaikan menggunaka sasaran antara : sasaran antara akan menyebarkan pesan kepada masyarakat luas.
4)      Penyuluhan dengan teknik tempat strategis
Penyuluhan dilaksanakn di tempat  yang strategis dan banyak dikunjungi oleh kelompok sasaran.
5)      Penyuluhan dengan teknik paksan social
Teknik penyuluhan dengan memberikan ancaman ringan kepada kelompok sasaran jika tidak mau melaksanakan suatau program tampa alasan yang jelas .
3.      Metode penyuluhan (Notoatmodjo,2010:48)
Dalam metode penyuluhan kelompok, harus diingat besarnya kelompok dan tingkat pendidikan sasaran. Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok besar dan kelompok kecil.
a.       Kelompok besar
Apabila peseta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok yang beasar ini adalah seminar , panel dan ceramah. Metode ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan seacara lisan kepada kelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan. Metode panel adalah pembicaran telah direncanakan dihadapkan pengunjung atau peserta tentang sebuah topic. Di perlukan 3 orang atau lebih penelisis dengan seorang pemimpin/ pemandu.
b.      Kelompok kecil
Apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang . metode yang cocok untuk kelompok kecil adalah diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju(snow balling), permainan simulasi memainkan peran, demonstrasi, dan lain-lain. Metode diskusi kelompok adalah pembicaran yg di rencanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topic pembicaran dan di rencanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topic pembicaraan diantara sasaran dengan seorang pemimpin diskusi  yang di tunjuk .
4.      Alat bantu penyuluhan/peraga menurut Notoatmodjo, 2007 (Dalam Adinda Putri,2013:21)
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan  oleh penyuluhan penyuluhan dalam menyampaikan informasi . alat bantu ini sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memeragakan sesuatu Dalam proses penyuluhan. alat  peraga ini di susun berdasarkan prinsip  bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterimah atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/ pengetahuan yang diperoleh . dengan kata lain, alat peraga inidi maksudkan untuk mengarahkan indra sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi.
Secara terperinci, fungsi alat peraga  adalah untuk menimbulkan  minat sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan pesan kesehatan, membantu sasaran untuk meneruskan pesan yang diterimah kepada orang lain, mempermudah memperoleh informasi oleh sasaran, mendorong mendorong ke inginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami dan akhirnya  memberikan pengertian yang lebih baik, dan membantu menegakan pengertian yang diperoleh.
a.       Alat bantu lihat
Alat bantu ini berguna dalam membantu menstimulasikan indara mata pada waktu terjadinya penyuluhan. Alat ini ada dua bentuk yaitu alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film dan alat yang tidak di proyeksikan misalnya dua dimensi, tiga dimensi, gambar atau peta bagan bola dunia, panton, boneka dan lain-lain.
b.      Alat bantu dengar
Alat berguna dalam membantu dalam membantu menstimulasi indera pendengar, pada waktu proses penyampaian bahan penyuluhan misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain.
c.       Alat bantu lihat-dengar
Alat banti ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televise , video cassette dan lain-lan. sebelum membuat alat alat peraga kita harus merencanakan dan memilih alat peraga yang paling tepat untuk digunakan dalam penyuluhan .
5.      Media penyuluhan
Notoadmodjo 2007, (dalam Adinda Putri,2013:23) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komonikator sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuanya yang akhirnya di harapkan dapat berubah perilakunya kea rah positif terhadap kesehatan . tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan didalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain :
a.       Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b.      Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c.       Media dapat memperjelas informasi.
d.      Media dapat mempermuda pengertian
e.       Media dapat mengurangi komonikasi verbalistik
f.       Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
g.      Media dapat memperkancara komonikasi.
B.     Tinjauan Tentang Shistosomiasis
1.      Pengertian (Aru W Sudoyo,2006:1844)
Schistosomiasis Adalah penyakit endemis kronik, yang ditandai oleh gejala-gejala abdominal dan disentri, disebabkan oleh cacing schistosomiasis japanicum yang termasuk trematoda. Penyakit ini dapat dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat setempat dibeberapa Negara di asia tenggara, mulai dari tersebarnya penyakit secara luas di Filipina dan di temukan di Laos, Kambosa, Thailand,  Malaisya dan Indonesia
Katsurada pada tahun 1904 menjelaskan telur dan cacing dewasa yang di temukan pada anjing , kucing dan manusia , parasitnya disebut schistosoma japanicum dan di sebut juga oriental blood fluke yang infeksinya yang terbatas di Negara timur jauh dibedakan dari Schistosoma Mecongi Sp, suatu spesies baru yang juga di temukan di Negara timur jauh. Penyakit ini banyak di temukan di China, Jepang, Taiwan, Filipina, dan Indonesia.  Natadisastra dan agoes, 2009 (dalam Firdaus Koto, 2015:11)
2.      Cara penularan Shistosomiasis (Soedarto,2009 :50)
Infeksi pada manusia terjadi dengan masuknya Serkaria yang terdapat di dalam air secara aktif menembus kulit yang tak terlindung melalui aliran darah aferen, serkaria mencapai jantung dan paru, kembali ke jantung kiri, masuk ke system sirkulasi sistemik, ke cabang-cabang vena porta, akhirnya sampai di hati. Di dalam jaringan hati parasit tumbuh menjadi cacing dewasa, sesudah dewasa, cacing kembali ke vena porta, vena usus dan kandung kemih, tergantung spesies cacing.
3.      Patofisiologi (Aru w. sudoyo 2006:1846)
Patofisiologi infeksi brhubungan dengan siklus hidup dari parasit sebagai berikut :
a.      Serkaria
Penetrasi serkaria pada kulit menyebabkan dermatitis alergika di tempat masuknya yaitu suatu ruam popular yang gatal. ini juga di temukan pada sistosoma unggas.
b.      Sistosomula
Sistosomula merupakan cercaria yang tidak berekor yang di angkut melalui darah atau limfatik ke sebelah kanan paru paru dan jantung. Infeksi berat dapat mengakibatkan gejala demam dan batuk. Eosinopphilia bisa juga ditemukan.
c.       Cacing dewasa
Sistosoma tidak memperbanyak dari dalam tubuh manusia . di dalam darah vena, cacing cantan dan betina kawin, kemudian bertelur 4-6 minggu setelah penetrasi Cercaria. cacing dewasa jarang pathogen. Cacing dewasa dapat hidup sekitar 3-8 tahun dan bertelur sepanjang hidupnya.
d.      Telur
Telur  telur inilah yang dapat menyebabkan Schistomiasis dan demam katayama, hingga saat ini demam katayama patofisiologinya yang tepat belum di ketahui. Terjadi 4-6 minggu setelah infeksi yaitu ketika terjadi pelepasan telur. Demam katayam dilaporkan paling sering ditemukan pada S. japanicum tetapi juga telah di laporkan pada S.mansoni. demam atayam di yakini mempunyai kaitan dengan rangsangan telur dan antigen cacing yang diakibatkan oleh terbentuknya kompleks imun. Sindrom ini tidak berkaitan dengan Granuloma. Schistomiasis berkaitan dengan reaksi imunologis telur sistosoma terjerat di jaringan. dengan reaksi imunologis telur sistosoma yang terjerat di jaringan . antigen yang lepas dari telur merangsang suatu reaksi granulomatosa terdiri atas sel T makrofag, dan eosinofil mengakibatkan manifestasi klinis. Tanda dan gejala tergantung dari banyak dan lokasi telur pada jaringan pada awal terjadinya inflamasi yang reversible. kemudian dalam tahapan selanjutnya, kelainan patologis berhubngan dengan deposisi kolagen dan fibrosis yang menyebabkan kerusakan organ seacara parsial. Dan bersifat reversible.
4.      Penyebab (Aru W sudoyo,2006:1845)
Schistomiasis adalah penyakit  yang disebabkan oleh sejenis cacing yang tergolong dalam genus schistosoma. cacing ini hidup didalam pembluh darah vena manusia, binatang, khususnya mamalia di daerah tropic dan subtropik. Schistomiasis adalah sinonim dengan bilharziasis, istilah yang digunakan untuk menghormati seorang sarjana jerman bernama Theodore bilharz, orang pertama yang menemukan cacing  S, haemotobium, pada tahun 1852, cacing Schistosoma manusia, hingga sekarang dikenal ada 5 jenis, 3 jenis diantaranya merupakan spesiesyang penting  yaitu :
a.       Schistosoma haetomatobium (bilharz,1852), weinland, 1958
b.      Schistosoma mansoni (sanbon,1907)
c.       Schistosoma japanicum (katsurada,1904)
d.      Schistosoma intercalatum (fisher,1934)
e.       Schistosoma mekongi (voge dkk,1978)
5.      gejala ( Aru W. Sudoyo,2006:1846)
a.       masa tunas
waktu antara sercaria menembus kulit sampai menjadi dewasa disebut masa tunas biologic (prepatent) disini terjadi respon baik hormonal maupun seluler. Pada stadium ini terjadi kelainan kulit  berupa eritema dan papula dengan rasa gatal dan panas 2-3 hari pasca infeksi dan disebut Swimmer “S Itc” paling sering disebabkan oleh  S, mansoni dan S, japanicum bila mana jumlah sarkaria menembus kulit cukup banyak, maka dapat terjadi Dermatitis (Cercarial Dermatitis ) yang akan sembuh sendiri dalam lima hari.
b.      Stadium akut (demam katayama)
Schistosomiasis akut ini dimulai sejak cacing betina bertelur mulai 4-8 minggu setelah infeksi. Yang disertai demam, keringat banyak, menggigil dan batuk limadeopati generalisata, dan hepatosleonomegali. Kelebihan antigen akan menghasilkan kompleks imun yang larut akan dapat masuk dalam jaringan, melalui serentetan kejadian patologis. Keluhan ini terutama akibat respon alergis akan perkembangan sistomula yang sedang berkembang, jarang dirasakan pada sistomiasis hematobium. Keluhan mulai ringan sampai berat, jarang menimbulkan kematian. Telur yang di letakan di dalam pembuluh darah dapat keluar ke jaringan sektarnya hepar, saluran cerna, buli buli dan mencapai lumen denagan cara menembus mukosa usus. Efek patologis maupun gejala klinis yang disebabkan telur tergantung dari jumlah telu, yang berhubungan dengan jumlah cacing betina,  pada fase akut akan terjadi peningkatan suhu tubuh 2-6 minggu paca pajanan dengan keluhan sakit perut, berat badan merosot, Sefalgia, Malase, demam serta mengigil, mailgia, berak berak yang di sertai dengan darah dan batuk kering. Sindroma disentri biasanya ditemukan pada infeksi berat, sedangkan yang ringan hanya diare.
c.       Stadium kronik
Stadium ini mulai dari enam bulan sampai satu tahun setelah infeksi. Pada infeksi S, Mansoni Dan S, Japanicum ditemukan diare, nyeri perut, berak darah. Pada stadium ini kebanyakan manifestasi disebabkan oleh penumpukan telur-telur dalam jaringan. respon jaringan granulomatosa di sekitar sel-sel yang diatur oleh adanya atau tidak adanya suatu kaskade respon sitokin. seluler dan hormonal.
6.      Komplikasi (Aru W.sudoyo,2006:1847)
Hanya sebagian kecil penduduk di daerah endemis sebagai penderita berat yang kemudian hari dapat member komplikasi seperti :
a.      Hipertensi portal
b.      Splenomegali
c.       Varises esophagi
d.      Gangguan fungsi hari : ikterus, asites, koma hepaticum.
e.       Hiperteni pulmonal dengan korpulmonale, gagal jantung kanan
f.       Gangguan usus besar berupa striktur, granuloma besa, infeksi salmonella yang menetap, poliposis kolon yang mengakibatkan berak darah, anemia, hipoalbiminemia dan clubbing fingers (jarih rapuh)
g.      Kontraktur leher buli-buli  sering disertai kerusakan M. destrusor.
h.      Batu buli- buli
i.        Obstruksi rendan buli-buli.
j.        Gagal ginjal kronik
k.      Kanker buli-buli, mielitis transversa, epilepsy, atau neuritis optika, akibat dari telur telur yang tertimbun melalui sirkulasi kolateral atau cacing ektropik.
7.      Diagnosis Shistosomiasis (Soedarto,2009:52)
Diagnosis pasti shistosomiasis ditegakan dengan di temukannya telur S,japanicum yang spesifik bentuknya pada pemeriksaan tinja atau pada biopsi rectum. Telur juga dapat di temukan di dalam tinja atau melalui biopsy hati.
Pemeriksaan serologi misalnya ELISA, uji fiksasi komplemen, uji hemaglutinasi tidak langsung, uji antibody fluorsesn dan tes kepekaan kulit membantu menegakan diagnosis Shistosomiasis Japanicum, selain pada pemeriksaan darah dapat di temukan antigen yang spesifik cacing ini.
8.      Pencegahan (Soedarto,2009:50)
Pengobatan masal pada seluruh penduduk , perbaikan lingkungan hidup untuk mencegah terjadinya penularan perairan oleh tinja, serta pemberantasan siput adalah cara pencegahan yang diharuskan dilakukan untuk mencegah penyebaran Shistosomiasis.
9.      Upaya pengendalian schistosomiasis (Gandung Hartono,1997:55)
Metode mekanis atau biasa disebut pengolahan lingkungan dalam upaya pemberantasan facus keong adalah semua kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pemberantasan secara modifikasi atau manifulasi perkembangan habitat yang selanjutnya akan mengurangi atau bahkan meniadakan kontak manusia dengan keong, (WHO expert commitenon Vektor biology, 1997). Modifikasi lingkungan adalah perubahan fisik lingkungan secara permanen baik terhadap tanah, air, dan tumbuhan dengan tujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi habitat keong, tampa mempengaruhi lingkungan manusia. Contoh: pembuatan saluran pengering, penimbunan, perubahan habitat keong menjadi sawah, kebun atau kolam secara permanen.
10.  Pengobatan (Aru W. Sudoyo,2006:1847)
a.       Praziquantel.
Daya sembuh obat ini untuk  S, hematobium, S mansoni dan S, Japanicum, 63-85% dan dapat menurunkanb telur-telur lebih dari 90% stelah 6 bulan terapi
b.      Oxamniquine
Obat ini sangat efektif hanya untuk S, mansoni. Dosis sekali 12-15 mg/hari . ada juga yang memberikan 40-60mg/kg/hari kesembuhan 70-90%. Efek amping terjadi dalam beberapa jam berupa pusing, vertigo, mual-muntah, diare, sakit perut dan sakit kepala. Walaupun jarang terjadi dapat terjadi tingkah laku, halusinasi, kejang kejang setelah dua jam obat ditelan.
c.       Artemisinin (yang di gunakan untuk untuk terapi malaria, kini sedang dalam penelitian)
Obat efektif terhadap schistomula dan mungkin bermanfaat untuk profiklasis. Pada terapi terhadap S, haematobium, efektifitsnya jauh di bawah praziquantel.
d.      Metrifonate
Obat ini hanya efektif untuk S, haematobium, namun kini sudah ditarik dari peredaran
e.       Tindakan pembedahan
Pada keadaan tertentu di butuhkan tindakan bedah mengeluarkan polip atau sumbatan saluran kemih. Bila ada perdarahan varises esophagus, skleroterapi merupakan tindakan pilihan, walaupun beberapa pasien membaik dengan propranolol. Pada perdarahan yang berulang, pembuatan shunting rupanya kurang bermanfaat. Bila terjadi pansitopeni indikasi untuk splenektomi
C.    Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan.
1.      Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi  setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (notoadmodjo,2012:138).  Sedangkan  menurut  Wasis, (dalam Lona Stanye,2013:12)
2.      Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif menutut notoatmodjo (dalam, Adinda Putri,2013:24)
a.       Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk  dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterimah. Oleh sebab itu, tahu ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, masyarakat, dan sebagainya.
b.      Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.
c.       Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)
d.      Analisis (analysis) analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarakan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur (synthesis)
e.       Sintesis (synthesis )
Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi  baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f.       Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek . penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada  suatu criteria yang telah ada.
3.      Factor factor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, 2007 (dalam  Adinda Putrid,2013:26) , ada dua factor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu factor internal dan factor eksternal.  Factor internal meliputu status kesehatan, intelegensi, perhatian, minat, dan bakat. Sedangkan factor eksternal meliputi keluarga, masyarakat, dan metode pemblajaran.
Beberapa factor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut wawan dan dewi, 2010 (dalam Adinda Putri,2013:26) antara lain :
a.       Factor internal
1)      Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akhinya dapat mempengaruhi seseorang. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2)      Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga
3)      Umur
Semakin cukup umur individu, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja
4)      Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
b.      Eksternal
1)      Factor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengarunnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok
2)      Social budaya
System social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengearuhi dari sikap dalam menerima informasi.




D.    Tinjauan Umum Tentang Remaja
1.      Pengertian
Masa remaja atau masa adolesensi adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Dwi Sulistyo Cahyaningsih,2011:89). Menurut Sarwono (dalam Darwayanti,2008:12) adalah suatu masa ketika individu berkembang dari pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
Pada masa ini ndividu mengalami berbagai macam perubahan baik fisik maupun psikis, pesrubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana perkembangan tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula berkembangnya kapasitas reproduktif, selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Menurut Al-Mighwar  (dalam Mariana,2013:2)
2.      Tahap –tahap perkembangan  remaja
a.       Remaja  awal (early adolescent)
Seorang  remaja pada tahap ini masih  terheran heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorangan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru dengan cepat, tertarik pada lawan jenis, dan mudah teransang secara erotis.
b.      Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang yang mengakuinya.  Ada kecenderungan narsiistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama denan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan,karna tidak tahu memilih yang mana peka atau yang tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, dan sebagainya. menurut Soetjiningsih 2004 (dalam, penulis tidak di kenal,2012:2)
c.       Remaja akhir ( late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu :
1)      Minat yang makin mantap terhadap fungsi fungsi intelek
2)      Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam pengalaman-pengalaman baru.
3)      Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4)      Egosentrisme ( terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri  dengan orang lain.
5)      Tumbuh “dingin” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum. Menurut Sarwono (dalam Adinda Putri, 2013:13)
3.      Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Widyastuti (dalam Darmayanti,2014:10)
Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencpai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja  sebagai berikut :
a.       Mampu menerima keadaan fisiknya
b.      Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
c.       Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
d.      Mencapai kemandirian emosional.
e.       Mencapai kemandirian ekonomi
f.       Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat di perlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
g.      Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.
h.      Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukakan untuk memasuki dunia dewasa.
i.        Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal, kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perrkembanganya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja, kemapuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitinya.



















BAB III
KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS,DEFENISI OPERASIOANAL

A.    Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka fikir mengenai hubungan antara variable-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antara konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada studi kepustakaan. (Nasir,2011:120). Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini Adalah Static Group Comporison Only Control Group. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih sebagai objek penelitian, kelompok yang pertama mendapatkan perlakuan sedangkan kelompok yang kedua tidak mendapatkan perlakuan, kelompok yang kedua berfungsi sebagai pembanding/control.  Untuk lebih jelasnya kerangka konsep tersebut dibuat dalam skema sebagaimana gambar di bawah ini :
Penyuluhan tentang
shistosomiasis
eksperimen
Pengetahuan remaja Smp Satap Negeri 2 Sigi
Perlakuan x                      kelompok                           posttest A
 


Kontrol
Tampa penyuluhan
                                                                                    Posttest B
Pengetahuan Remaja Smp Satap Negeri 2 sigi
                                                                                   
Gambar 3.1
Kerangka konsep penelitian
B.     Hipotesis
Ada perbedaan pengetahuan Remaja  yang diberikan penyuluhan dan yang tidak diberikan penyuluhan tentang Shistosomiasis di SMP Satap Negeri 2 Sigi, di Desa Olu Kecamatan Lindu kabupaten Sigi.
C.    Defenisi Operasional
1.      Pengetahuan remaja yang diberikan penyuluhan tentang Shistosomiasis.
a.       Defenisi  : segala sesuatu yang di ketahui dan dipahami oleh remaja
               tentang shistosomiasis yaitu meliputi pengertian, cara   
               penularan, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan
b.      Cara ukur : angket
a.       Alat ukur : kuesoner
b.      Hasil ukur : rentang nilai 0-100
c.       Skal ukur : rasio
2.      Penyuluhan tentang shistosomiasis pada Remaja SMP Negeri 2 Sigi.
Defenisi     : pemberian informasi dengan cara ceramah pada remaja    
                   SMP Satap Negeri 2 Sigi tentang Shistosomiasis
3.      Pengetahuan Remaja SMP Satap Negeri 2 Sigi yang tidak diberikan penyuluhan tentang shistosomiasis.
a.       Defenisi  :segala seseuatu yang diketahui dan dipahami oleh
                 remaja  tentang shistosomiasis yaitu meliputi pengertian,
                cara penularan, tanda dan gejala, pengobatan dan
                pencegahan
b.      Cara ukur : angket
c.       Alat ukur : kueisioner
d.      Hasil ukur : rentang nilai 0-100
e.       Skala ukur : rasio





























BAB IV
METODE PENELITIAN
A.    Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan desain static group comparison/posttest only control group. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang di pilih sebagai objek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan, sedamg kelompok yang kedua berfungsi sebagai pembanding/ control. Untuk lebih jelasnya desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Kelompok eksperimen
Kelompok kontrol
      Perbedaan pengetahuan
     x
   _-
   02 B
        02 A
 







Gambar 3.2
Desain penelitian
Keterangan :
X              : yang mendapatkan perlakuan/ penyuluhan kesehatan   
                  shistosomiasis
-               : yang tidak mendapatkan perlakuan/ penyuluhan kesehatan 
                   Shistosomiasis
02 A         : posttest di lakukan setelah diberi penyuluhan
02 B         : posttes di lakukan tampa diberikan penyuluhan
B.     Populasi dan sampel
1.      Populasi
Merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristisk tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untk dipelajari (Nasir,2011:187). Populasi dalam penelitian adalah semua Remaja Siswa/Siswi kelas VII dan VIII SMP Satap Negeri 2 Sigi, Di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi yang berjumlah 49 orang.
2.      Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan cara tertentu (Nasir ,2011:190). Pada penelitian ini sampel yang diambil dari sebagian populasi yaitu Remaja Siswa/Siswi kelas VII dan VIII SMP Satap Negeri 2 Sigi, di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi tahun 2016 denagan kriteria inklusi :
a.       Remaja Siswa/Siswi bersedia menjadi responden.
b.      Remaja Siswa/Siswi hadir saat penelitian.
3.         Besar sampel
Dalam penelitian ini, peneliti merunjuk pada metode penelitian kelompok efektif yang dilakukan pada kelompok besar yaitu minimal 15 orang,oleh karena itu, peneliti mengambil 49 orang sebagai sampel  penelitian. Dan peneliti akan membagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok Intervensi dan Control, kelompok Intervensi 25 orang dan kelompok Control 24 orang yang di ambil dari kelas VII dan VIII Secara acak sesuai keinginan dari peneliti hingga mencapai jumlah yang diinginkan.(purposive sampling)
4.      Cara menentukan sampel
Pengambilan sampel di lakukan dengan cara Nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling, yakni setiap responden di pilih sehingga mencapai jumlah yang telah di targetkan.
C.    Pengumpulan Data
1.      Sumber data
a.       Data primer
Data primer dalam penelitian ini ialah data yang diperoleh /dikumpulkan oleh peneliti sendiri secara langsung melalui angket yang diberikan pada Remaja Siswa/Siswi kelas VII dan VIII SMP Satap Negeri 2 Sigi. Di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
b.      Data sekunder
Data yang di peroleh dari SMP Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi tentang jumlah Remaja Siswa/Siswi.
2.      Cara pengukuran data
Cara pengumpulan data yang di lakukan adalah membagikan kuesioner, kuesiner digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang berisi 10 pertanyaan dimana tiap pertanyaan memiliki poin yang berbeda. Nomor 1 dan 8 jika jawaban benar mendapat nilai 10 dan salah 0. Nomor 2,3,5,6,10 jika jawaban benar semua mendapat nilai 10 dan jika hanya menjawab salah satu maka mendapa nilai 5. Nomor 4,7,9 jika berhasil menjawab semua pertanyan mendapat nilai 10. Setiap jawaban a,b,c,d,e mendapat nilai 2 pada tiap masing-masing jawaban.
D.    Pengelohan Data
Dalam hal ini , pengolaan data sangat di perlukan karaena pada dasarnya pengolaan data merupakan suatu proses untuk memperoleh suatu data berdasarkan suatu kelompok data mentah , dengan mengguanak rumus tertentu sehingga dapat memperoleh informasi yang diperlukan .
1.      Editing
Yaitu mememriksa kembali data-data yang telah dikumpulkan apabila ada kesalahan atau tidak , dengan memeriksa lembar kuesoner pada waktu memnerima dari responden
2.      Coding
Adalah di lakukan untuk member kode mana jawaban yang diisi oleh responden dalam daftar pertanyaan , memberi kode dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam tabulasi
3.      Entry
Memasukan data ke program computer untuk keperluan analisis
4.      Cleaning
Memberikan data dengan melihat variable yang diteliti apakah datanya sudah benar atau belum .
E.     Analisah data
Data yang terkumpul akan di analisah dengan menggunakan program SPSS . analisa data akan dilakukan dengan dua tahap :
1.      Analisah univariat
Menghitung nilai mean, standar deviasi sampel, ini maksimun-minimum dari hasil post test.
2.      Analisah bivariat
Dilakukan untuk melihat adanya perbedaan pengetahuan Remaja Siswa/Siswi yang diberikan penyuluhan dan yang tidak diberikan penyuluhan tentang penyakit schistosomiasis. Uji statistic yang digunakan yaitu menggunakan independent sample t test, dengan rumus:
t X1-X2
Sx-x
Keterangan
t           =nilai hitung
x1        =rata rata kelompok 1
x2        =rata-rata kelompok 2
Sx-x     =standar eror kedua kelompok
Rumus standar eror kedua kelompok
Sx-x = √SX2 Pooled+S2 pooled
                        N1+N2
Rumus Standar eror kedua kelompok
Sx-x = -                   √SX2 Pooled+S2 Pooled
                                              N1+N2
N2        Jumlah sampel kelompok 2
Rumus varian kedua kelompok:
S2 pooled =N1-1SD21)+(N2-1SD22)
                  (N1-1)+(N2-1)
Keterangan :
S2 Pooled                =  Varian kedua kelompok
N1                            =  Jumlah sampel kelompok 1
N2                            =  Jumlah sampel kelompok 2
SD21                        =  Varian kelompok 1
SD12                        =  Varian kelompok 2
F.     Penyajian Data
Untuk penyajian data dari hasil penelitian yang akan peneliti gunakan adalah cara penyajian dengan bentuk gambar sedemikian rupa dengan teks atau naskah untuk menjelaskan hasil-hasil penelitian.
G.    Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada Kepala Sekolah SMP Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi untuk mendapatkan persetujuan, dan kemudian kuesioner di jalankan kesubjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi (Alimul,2009:89):
1.      Informed concent (lembar persetujuan)
Sebelum melakukan penelitian maka akan diedarkan lembar persetujuan untuk menjadi responden, dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia, maka responden harus menanda tangani lembar persetuan. Dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.
2.      Anonymity (tampa nama)
Menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3.      confidentiality (kerahasiaan)
kerahasiaan informasi yang telah di kumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


     

























BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    hasil penelitian
penelitian ini dilaksanankan pada bulan April Di Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi dengan jumlah sampel 49 sampel responden. Pada bab ini, peneliti akan menampilkan kegiatan yang telah dilakukan selama penelitian. Adapun kegiatan tersebut terbagi dalam beberapa tahap beikut ini:
1.      tahap persiapan penelitian
pada tanggal 2 april 2016 peneliti memohon izin penelitian langsung kepada kepala sekolah Smp Satap Negeri 2 sigi, Kepala Sekolah Smp Satap Negeri 2 Sigi memberikan izin bahwa penelitian diperbolehkan melakukan penelitian Di Smp Satap Negeri 2 Sigi. Selanjutnya peneliti melakukan perbincangan dengan Kepala Sekolah Smp Satap Negeri 2 Sigi untuk menentukan waktu dan tempat dilaksanakan penelitian tentang penyakit schistosomiasis ini. Peneliti juga menjelaskan tentang desain penelitian yang menggunakan dua kelompok yaitu: kelompok pembanding/control dan kelompok eksperimen atau yang diberikan penyuluhan. Akhirnya diputuskan bahwa penelitian akan dilaksanakan pada: tanggal 9 april 2016 jam  09.00 WITA akan dilakukan Penyuluhan Tentang Penyakit Schistosomiasis kepada Remaja Smp Satap Negeri 2 Sigi Di Desa Olu Kecamtan Lindu Kabupaten Sigi atas izin Kepala Sekolah Smp Satap Negeri 2 Sigi.
2.      Tahap pelaksanaan
Sesuai dengan jadwal yang di sepakati sebelumnya, pada tanggal 9 april 2016 bertempat di ruangan kelas IX, namun tertunda karena akan dilaksanakan pembersihan sekolah menyambut Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan Lindu, maka dari hal tersebut peneliti hanya bisa membagikan koesioner pada kelompok control/pembanding. Dan penelitian ditunda pada tanggal; 16 april 2016 bertempat di ruangan kelas IX. Kemudian peneliti memberikan penyuluhan tentang penyakit Schistosomiasis yang meliputi: pengertian,  penyebab, tanda dan gejala, pemeriksaan, pengobatan, pencegahan dan upaya pemerintah. .
Peneliti juga menjelaskan bahwa penelitian ini dilakukan sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa program DIII Keperawatan Bala Keselamatan Palu dan diharapkan kesedian para siswa-siswi smp bersedia dan serius mengikuti jalannya penyuluhan yang dilaksanakan oleh peneliti. Dan menandatangani lembar persetujuan ini. Peneliti menambahkan bahwa jawaban tersebut nantinya dijamin kerahasiaannya. Kemudian peneliti mempersilahkan pada responden untuk mengisi kuisioner selama 20 menit.
3.      Tahap evaluasi
a.       Evaluasi proses
Pada saat penyuluhan sedang berlansung, Nampak Remaja Smp memperhatikan dengan baik materi yang diberikan. Banyak siswa-siswi yang bertanya dalam sesi Tanya jawab seputar penyakit schistosomiasis.
b.       Evaluasi hasil
Pada tahap ini peneliti membagikan kuisioner untuk mengukur pengetahuan siswa-siswi tantang penyakit schistosomiasis yang diberikan penyuluhan/eksperimen.
4.      Tahap pengolaan data
Setelah kuisioner dikumpulkan peneliti melakukan pengolaan data dengan tahap sebagai berikut:
a.       Editing
Peneliti memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan, ada siswa-siswi yang lupa mencantumkan nama, kelas, dan tanda tangan. Peneliti mencari siswa-siswi yang bersangkutan dan meminta untuk melengkapinya.
b.      Coding
Peneliti memberikan bobot pada jawaban yang telah di isi oleh responden.
c.       Entri data
Memasukan data yag telah diisi bobot kedalam program SPSS di computer untuk dianalisah.
d.      Cleaning
Peneliti mengecek kembali data yang suda di entry, apakah ada kesalahan atau tidak. Dan selanjutnya mengambil data yang dibutuhkan sesuai keperluan dan menghapus data-data yang tidak dibutuhkan.
5.      Tahap analisah data
a.       Analisah univariat
1)      Pengetahuan Remaja Smp  tentang schistosomiasis pada kelompok yang tidak diberikan penyuluhan (control)
Hasil analisah tersebut dapat dilihat pada table dibawah ini
Table 5.1
Distribusi pengetahuan Remaja Smp tentang penyakit 
     schistosomiasis yang tidak diberikan penyuluhan
variabel
Mean
SD
Min-Max
      kontrol
18.08
8.361
5-46







Sumber: data primer yang diolah
Pada table diatas, nilai rata-rata dari hasil control adalah 18.08 dan standar deviasi 8.361 nilai terendah adalah adalah 5 dan nilai tertinggi adalah 46.
2)      Pengetahuan Remaja  tentang penyakit schistosomiasis pada kelompok yang diberikan penyuluhan (eksperimen)
Hasil analisah pengetahuan Remaja Smp yang diberikan penyuluhan dapat dilihat pada table dibawah ini:



Table 5.2
Distribusi pengetahuan Remaja Smp tentang penyakit schistosomiasis yang diberikan penyuluhan/perlakuan
Variable
Mean
SD
Min-Max
Eksperimen
82.32
14.673
58-100
Sumber: data primer yang diolah.
Berdasarkan isi table, nilai rata-rata dari hasil eksperimen 82.32, standar defisiasim14.673 dan nilai terendah 58 dan nilai tertinggi adalah 100
b.      Analisah bivariat
Analisah bivariat merupakan analisah yang dilakukan untuk melihat pengaruh penyuluhan tentang penyakit schistosomiasis terhadap pengetahuan siswa-siswi smp satap negeri 2 sigi di desaolu kecamatan lindu kabupaten sigi. Uji statistic yang digunakan yaitu T (test) dengan bantuan SPSS pada computer.
Berdasarkan analisah yang  dilakukan, maka hasil perhitungan yang dapat bisa dilihat dalam table berikut ini:






Table 5.3
Distribusi rata-rata pengetahuan Remaja Smp pada kelompok control dan eksperimen
variabel
mean
Beda mean
SD
Beda SD
p. value
N
Pengetahuan
kontrol
18.08

64.237
8.361

6.314


0,0000
24
eksperimen
82.32
14.675
25
Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan isi table dapat dilihat jumlah nilai rata-rata control adalah 18.08 dengan standar devisiasi 8.361 nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 82.32 dengan nilai standar deviasi 14.675. pada table diatas terlihat perbedaan mean dari hasil control dan eksperimen adalah 64.237 perbedaan standar deviasi 6.314. hasil uji statistic didapatkan nilai p.value 0,000 (p < 0,05) maka disimpulkan ada perbedaan dari hasil control dan eksperimen.
B.     Pembahasan
1.      Pengetahuan remaja smp satap negeri 2 sigi yang tidak diberikan penyuluhan
 Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai mean pengetahuan remaja smp  kelompok control kurang baik bila dilihat dari hasil pengukuran yang dilakukan, karena remaja smp satap negeri 2 sigi di desa olu kecamatan lindu kabupaten sigi, karena belum pernah terpapar dengan penyuluhan tentang schistosomiasis sebelumnya. Namun ada sebagian kecil remaja smp yang pernah mendengar/membaca tentang schistosomiasis, namun tidak begitu mengerti atau lupa tentang penyakit schistosomiasis.
Dari 10 pertanyaan yang tercantum dalam kuisioner dengan pilihan jawaban esay kebanyakan remaja smp belum dapat menjawab pertanyaan tentang pengertian, daerah yang terdapat schistosomiasis di Indonesia,  tanda dan gejala, cara penularan, kompliksai, pemeriksaan, pencegahan, upaya pengendalian, sehingga remaja smp banyak yang tidak mengisi lembar kuisioner dan ada juga yang mencoba mengisi namun jawaban belum tepat.
Pada pertanyaan tentang pengertian schistosomiasis banyak remaja yang tidak mengisi lembar kuisioner, namun ada sebagian menjawab penyakit schistosomiasis adalah kaki gajah, tanda dan gejala banyak remaja yang tidak mengisi, namun ada juga yang mengisi, mual, muntah demam. Pada pertanyaan daerah yang tedapat penyakit schistosomiasis dengan jawaban bervariasi diantaranya remaja menjawab : Kalimantan dan jawa, papua dan Maluku, dan ada juga yang menjawab Sulawesi tengah dan Sulawesi selatan. Pada pertanyaan cara penularan banyak yang tidak mengisi lembar pertanyaan, namun ada juga yang menjawab beraktifitas di air. Pada pertanyaan tentang komplikasi semua responden tidak ada yang mengisi lembar kuisioner. Pada pertanyaan pemeriksaan banyak yang tidak mengisi lembar kuisioner, namun ada juga yang menjawab pemeriksaan berak. Pada pertanyaan tentang cara pencegahan banyak yang tidak mengisi lembar kuisioner, namun ada juga yang menjawab jangan bermain di air, berak di air, bermain di persawahan. Pada pertanyaan upaya pengendalian schistosomiasis semua responden tidak mengisi lembar kuisioner. Karena remaja smp belum terpapar dengan penyuluhan kesehatan tentang schistosomiasis sehingga remaja smp belum bisa mengisi kuisioner dengan benar. Maka dari hal tersebut remaja smp harus mengerti tentang penyakit schistosomiasis meliputi: pengertian, penyebab, cara penularan, daerah yag terdapat schistosomiasis, komplikasi, pemeriksaan schistosomiasis, pencegahan dan upaya pengendalian schistosomiasis. Pengertian menurut (Aru W sudoyo,2006:1844) schistosomiasis adalah penyakit endemis kronis, yang di tandai dengan gejala-gejala abdominalis dan disentri, yang disebabkan oleh cacing/trematoda schistoma. Penyebab menurut (Aru W Sudoyo, 2006:1845)  schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis cacing yang tergolong dalam genus schistosoma. Cara penularan schistosomiasis menurut (Soedarto,2009:50) infeksi terjadi pada manusia terjadi dengan masuknya serkaria yang terdapat dalam air yang masih aktif dan menembus kulit yang tak terlindungi melalui aliran darah aferen. Darerah yang terdapat schistosomiasis di Indonesia ialah di Sulawesi Tengah yaitu Pegunungan Tinggi Danau Lindu Dan Lemba Napu. komplikasi menurut (Aru W Sudoyo,2006:1847) yaitu: hipertensi portal, gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal, varises esopaghi, gangguan funsi usus besar, anemia. Pemeriksaan menurut (Soedarto,2009,52) diagnosis pasti di tegakan dengan ditemukan telur Schistosomiasis Japanicumyang spesifik bentuknya pada pemeriksaan tinja atau melalui biopsy hati. Pencegahan menurut (Soedarto,2009:50) pengobatan masal, perbaikan lingkungan hidup, pemberantasan siput, untuk mencegah penularan schistosomiasis. Upaya Pengendalian Schistosomiasis menurut (Gandung Hartono,1997:55) pemberantasan keong di persawahan dan modifikasi lingkungan yaitu mengubah titik focus menjadi perkebutan/persawahan, upaya pengeringan, penimbunan, pemasangan peringatan(titik focus) daerah yang di curigai terdapat schistosomiasi.
2.      Pengetahuan remaja smp yang diberikan penyuluhan
Setelah diberikan penyuluhan dan dilakukan pengukuran hasil nilai rata-rata para responden mendekati nila maksimun yang diharapkan artinya, pengetahuan remaja smp tentang penyakit schistosomiasis yang diberikan penyuluhan baik.
Dari semua pertanyaan yang ada dilembar kuisioner, para responden suda menjawab bisa menjawab pertanyaan, hal ini berbeda dengan kelompok control yang tidak mendapatkan penyuluhan. Hal ini menandakan bahwa para kelompok eksperimen suda mengetahui dan telah berada ditingkat memahamidengan baik segala sesuatu hal tentang penyakit schistosomiasis yang telah disampaikan sesuai dengan pendapat (Aru W Sudoyo 2006) schistosomiasis adalah penyakit endemis kronis, yang di tandai dengan gejala-gejala abdominalis dan disentri, yang disebabkan oleh cacing/trematoda schistoma, schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis cacing yang tergolong dalam genus schistosoma. Cara penularan: infeksi terjadi pada manusia terjadi dengan masuknya serkaria yang terdapat dalam air yang masih aktif dan menembus kulit yang tak terlindungi melalui aliran darah aferen. Darerah yang terdapat schistosomiasis di Indonesia ialah di Sulawesi Tengah yaitu Pegunungan Tinggi Danau Lindu Dan Lemba Napu. komplikasi menurut (Aru W Sudoyo,2006:1847) yaitu: hipertensi portal, gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal, varises esopaghi, gangguan funsi usus besar, anemia. Pemeriksaan menurut (Soedarto,2009,52) diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukan telur Schistosomiasis Japanicumyang spesifik bentuknya pada pemeriksaan tinja atau melalui biopsy hati. Pencegahan menurut (Soedarto,2009:50) pengobatan masal, perbaikan lingkungan hidup, pemberantasan siput, untuk mencegah penularan schistosomiasis. Upaya Pengendalian Schistosomiasis menurut (Gandung Hartono,1997:55) pemberantasan keong di persawahan dan modifikasi lingkungan yaitu mengubah titik focus menjadi perkebutan/persawahan, upaya pengeringan, penimbunan, pemasangan peringatan(titik focus) daerah yang di curigai terdapat schistosomiasi. Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: tahu (know), memahami (comprehention), aplikasi (application), analisah (analysis), dan evaluasi (evaluation).
Oleh karena itu dalam penanggulangan pengaruh penyakit schistosomiasis semua orang memerlukan pengetahuan yang benar mengenai penyakit schistosomiasis tersebut karena dengan adanya pengetahuan mengenai pengaruh penyakit  schistosomiasis terhadap pengetahuan yang diberikan dan tidak mengabaikan pengetahuan yang sida didapat. Hal ini sejalan dengan pendapat Wawan Dan Dewi (dalam Adinda Putri,2013:26) yaitu:seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Melalui informasi yang lebih banyak akan memudahkan terjadinya perilaku yang lebih sehat.
3.      Perbedaan Pengetahuan Kelompok Yang Mendapatkan Perlakuan/Penyuluhan Dan Kelompok Pembanding/Yang Tidak Mendapatkan Penyulluhan tentang schistosomiasis.
Hasil uji statistic menunjukan ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan remaja smp yang diberikan penyuluhan dan remaja smp yang tidak diberikan penyuluhan. Meniurut asumsi peneliti perbedaan pengetahuan ini disebabkan oleh penyuluhan yang dilakukan oleh peneliti pada salah satu kelompok.penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai .kegiataan dn kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip blajar  untuk mencapai suatu keadaan, dimna individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimna caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perseorang maupun kelompokdengan meminta pertolongan (Efendi, 2009:50). Dalam hal ini adalah pemberian informasi kesehatan tentang penyakit  schistosomiasis.
Adapun keberhasilan peneliti dalam memberikan penyuluhan yang dikarenakan factor-faktor di atas akan dijelaskan sebagai berikut:
a.       Factor penyuluh
Dalam hal ini, peneliti telah mempersiapkan diri dengan mengusai materi tentang penyakit schistosomiasis yang akan dijelaskan pada Remaja Smp, peneliti sengaja menggunakan bahasa yang sederhana dan terkesan santai yang memudahkan Remaja Smp dapat memahami pemaparan oleh pemberi penyuluhan.
b.      Factor sasaran
Dalam hal ini, sasaran yang dimaksud ialah Remaja Smp kelas VII dan VIII dan VIII Smp Satap Negeri 2 Sigi Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi. Terlihat minat Remaja Smp yang tinggi untuk mengetahui tentang penyakit schistosomiasis. Remaja Smp memberikan respon positif dengan banyak memberikan pertanyaan seputar penyakit schistosomiasis.
c.       Factor proses dalam penyuluhan
Pada saat penyuluhan, penyuluh menggunakan brosur sebagai alat bantu untuk menampilkan materi-materi penyuluhan yang telah dibuat sederhana dan menarik sehingga pembaca brosur dapat mengerti dan memahami maksud dari materi yang dijelaskan. Penyuluh memberikan kebebasan pada Remaja Smp untuk langsung bertanya pada saat meteri sementara dipaparkan dan pada sesi Tanya jawab, waktu penyuluhan dibuat sesingkat mungkin yaitu: 45 menit sehingga Remaja Smp tidak merasa bosan
Pada saat penyuluhan, peneliti menggunakan metode ceramah dan memberikan kesempatan lansung pada Remaja Smp mengajuhkan pertanyaan. Peneliti sengaja menggunakan bahasa sederhana dan suasana santai pada saat memberikan materi penyuluhan, agar memudahkan Remaja Smp mengerti dan memehami isi materi dari penyuluhan yang diberikan. Dan setelah penyuluhan peneliti menanyakan kembali secara lisan materi yang sudah diberikan kepada Remaja Smp untuk mengukur sejauh mana materi dapat dimengerti dan dipahami oleh Remaja Smp. Alhasil sebagian besar pertanyaan sudah dapat dijawab dengan benar. Peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan Remaja Smp kelompok eksperimen mengenai penyakit schistosomiasis yaitu sampai pada tahap memahami (comprehension), ini terlihat dari cara Remaja Smp menjawab pentanyaan yang diberikan oleh peneliti dari kuisioner yang di jawab oleh Remaja Smp tersebut.
Waktu penyuluhan sekitar kurang lebih 45 menit yang mencangkup di dalamnyasesi ceramah dan di selingi Tanya jawab, para Remaja Smp antusias dalam mendengarkan materi penyuluhan yang diberikan. Ada beberapa Remaja Smp yang mengajuhkan pertanyaan pada saat materi sedang dijelaskan maupun pada sesi pertanyaan atau Tanya jawab. Peneliti merespon dengan memberikan pujian pada Remaja Smp yang berani mencoba memberikan pertanyaan.


C.    Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah kuisioner yang belum di uji cobakan dan hanya mengukur tingkat pengetahuan yang paling rendah.



















BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Pengetahuan Remaja Smp kelompok control/pembanding tentang penyakit schistosomiasis di Smp Satap Negeri 2 Sigi di Desa Olu  Kecamatan lindu Kabupaten Sigi kurang baik karena sebagian besar responden tidak dapat mengisi menjawab pertanyaan pada lembar kuisioner dengan benar. Nilai tertinggi pada kelompok control adalah 46 dan nilai terendah adalah 5.
2.      Pengetahuan Remaja Smp kelompok eksperiment di Smp Satap Negeri 2 Sigi Desa Olu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi. Pengetahuan responden setelah diberikan penyuluhan dan diukur menggunakan kuisioner hasilnya suda baik karena mean medekati nilai maksimun yang diharapkan.
3.      Ada perbedaan yang signifikan pengetahuan Remaja Smp yang diberikan penyuluhan/eksperimen dan yang tidak diberikan penyuluhan/control tentang penyakit schistosomiasis.





B.     Saran
1.      Bagi Sekolah
      Sebagai penambah wawasan dan penegetahuan siswa-siswi. Dan diharapkan kedepannya sekolah tetap bisa diajak bekerja sama/bersedia ketika akan dilakukan penyuluhan kesehatan.
2.      Bagi Peneliti
Diharapkan Memperluas wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam memperluas wawasan tentang metodologi penelitian dan juga tentang penyakit shistosomiasis
3.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bisa menambah refrensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian yang sama dengan variable yang berbeda yang berhubungan dengan penyakit schistosomiasis dan diharapkan mbisa memperbaharui refrensi terbaru dalam melakukan peelitian selanjutnya.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar